Dhapur Keris yang Paling Banyak Diminati di Nusantara
Di dalam setiap pembuatan keris terdapat makna yang terkandung di dalamnya, pembuatan keris oleh Empu dengan dhapur tertentu memiliki tujuan dan pengharapan baik untuk pemiliknya, karena pada dasarnya keris dibuat sebagai teman bagi tuannya dan menyelaraskan harapan dengan pemilik keris. Diharapkan dengan memiliki keris, seluruh harapan dan keinginan dari pemilik keris dapat tercapai dengan lebih mudah. Berikut dhapur-dhapur keris pusaka yang paling diminati dalam dunia perkerisan :
Dhapur Pulang Geni merupakan salah satu dapur keris yang populer dan banyak dikenal karena memiliki padan nama dengan pusaka Arjuna. Pulang Geni bermakna Ratus atau Dupa atau juga Kemenyan. Bahwa manusia hidup harus berusaha memiliki
nama harum dengan berperilaku yang baik, suka tolong menolong dan mengisi hidupnya dengan hal-hal atau aktifitas yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Dengan berkelakuan yang baik dan selalu menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi orang banyak, tentu namanya akan selalu dikenang walaupun orang tersebut sudah meninggal. Oleh karena itu, Keris dapur Pulang Geni umumnya banyak dimiliki oleh para pahlawan atau pejuang.
Dhapur Kidang Soka memiliki makna Kijang yang berduka. Bahwa hidup manusia akan selalu ada Duka, tetapi manusia diingatkan agar tidak terlalu larut dalam duka yang dialaminya. Kehidupan masih terus berjalan dan harus terus dilalui dengan semangat hidup yang tinggi. Keris ini memang memiliki ciri garap sebagaimana keris tangguh Majapahit. Tetapi melihat pada penerapan pamor serta besinya, tidak masuk dikategorikan sebagai keris yang dibuat pada jaman Majapahit. Oleh karena itu, dalam pengistilahan perkerisan dikatakan sebagai keris Putran atau Yasan yang diperkirakan
dibuat pada jaman Mataram. Kembang Kacang Pogog semacam ini umumnya disebut Ngirung Buto.
SABUK INTEN
Sabuk Inten
|
Dhapur Sabuk Inten merupakan salah satu dapur keris yang melambangkan kemakmuran dan atau kemewahan. Dari aspek filosofi, dapur Sabuk Inten melambangkan kemegahan dan kemewahan yang dimiliki oleh para pemilik modal, pengusaha atau pedagang pada jaman dahulu. Keris Sabuk Inten ini menjadi terkenal, selain karena legendanya, juga karena adanya cerita silat yang sangat populer berjudul Naga Sasra Sabuk Inten karangan Sabuk Inten karangan S.H. Mintardja pada tahun 1970-an.
NAGA SASRA
Naga Sasra
|
Dhapur Naga Sastra adalah salah satu nama Dapur Keris Luk 13 dengan Gandik berbentuk kepala Naga yang badannya menjulur mengikuti sampai ke hampir pucuk bilah. Salah satu Dapur Keris yang paling terkenal walaupun jarang sekali dijumpai adanya keris Naga Sasra Tangguh tua. Umumnya keris dapur Naga Sasra dihiasi dengan kinatah emas sehingga penampilannya terkesan indah dan lebih berwibawa. Keris ini memiliki gaya seperti umumnya keris Mataram Senopaten yang bentuk bilahnya ramping seperti keris Majapahit, tetapi besi dan penerapan pamor serta gaya pada wadidhangnya menunjukkan ciri Mataram Senopaten. Sepertinya berasal dari era Majapahit akhir atau bisa juga awal era Mataram Senopaten (akhir abad ke 15 sampai awal abad ke 16). Keris ini dulunya memiliki kinatah Kamarogan yang karena perjalanan waktu, akhirnya kinatah emas tersebut hilang terkelupas. Tetapi secara keseluruhan, terutama bilah masih bisa dikatakan utuh. Keris Dapur Naga Sasra berarti Ular yang jumlahnya seribu (beribu-ribu) dan juga dikenal sebagai keris dapur Sisik Sewu. Dalam budaya Jawa, Naga diibaratkan sebagai Penjaga. Oleh karena itu banyak
kita temui pada pintu sebuah Candi ataupun hiasan lainnya yang dibuat pada jaman dahulu. Selain Penjaga, Naga juga diibaratkan memiliki wibawa yang tinggi. Oleh karena itu, Keris dengan dapur Naga Sasra memiliki nilai yang lebih tinggi daripada keris lainnya.
SENGKELAT
Sengkelat
|
Dhapur Sengkelat adalah salah satu keris dari jaman Mataram Sultan Agung (sekitar awal abad ke 17). Dapur Keris ini adalah Sengkelat. Pamor keris sangat rapat, padat dan halus. Ukuran lebar bilah lebih lebar dari keris Majapahit, tetapi lebih ramping daripada keris Mataram era Sultan Agung pada umumnya. Panjang bilah 38 Cm, yang berarti lebih panjang dari Keris Sengkelat Tangguh Mataram Sultan Agung umumnya. Bentuk Luk nya lebih rengkol dan dalam dari pada keris era Sultan Agung pada umumnya. Gonjo yang digunakan adalah Gonjo Wulung (tanpa pamor) dengan bentuk Sirah Cecak runcing dan panjang dengan buntut urang yang nguceng mati. Kembang Kacang Nggelung Wayang. Jalennya pendek dengan Lambe Gajah yang lebih panjang dari Jalen. Sogokan tidak terlalu dalam dengan Janur yang tipis tetapi tegas sampai ke pangkal bilah. Wrangka (Warangka) keris ini menggunakan gaya Surakarta yang terbuat dari Kayu Cendana.
RAGA PASUNG atau RANGGA PASUNG
Dhapur Raga Pasung atau Rangga Pasung memiliki makna sesuatu yang dijadikan sebagai Upeti. Dalam hidup di dunia, sesungguhnya hidup dan diri manusia ini telah diupetikan kepada Tuhan YME. Dalam arti bahwa hidup manusia ini sesungguhnya telah diperuntukkan untuk beribadah, menyembah kepada Tuhan YME. Dan karena itu kita manusia harus ingat bahwa segala sesuatu yang kita miliki di dunia ini sesungguhnya semu dan kesemuanya adalah milik Tuhan YME.
Dhapur Bethok Brojol adalah keris dari tangguh Tua juga. Keris semacam ini umumnya ditemui pada tangguh Tua seperti Kediri/Singosari atau Majapahit. Dikatakan Bethok Brojol karena bentuknya yang pendek dan sederhana tanpa ricikan kecuali Pijetan sepeti keris dapur Brojol.
Dhapur Puthut Kembar oleh banyak kalangan awam disebut sebagai Keris Umphyang. Padahal sesungguhnya Umphyang adalah nama seorang Empu, bukan nama dapur keris. Juga ada keris dapur Puthut Kembar yang pada bilahnya terdapat rajah dalam aksara Jawa kuno yang tertulis "Umpyang Jimbe". Ini juga merupakan keris buatan baru, mengingat tidak ada sama sekali dalam sejarah perkerisan dimana sang Empu menuliskan namanya pada bilah keris sebagai Label atau "trade mark" dirinya. Ini merupakan kekeliruan yang bisa merusak pemahaman terhadap budaya perkerisan.
Puthut, dalam terminologi Jawa bermakna Cantrik, atau orang yang membantu atau menjadi murid dari seorang Pandhita / mPu pada jaman dahulu. Bentuk Puthut ini konon berasal dari legenda tentang cantrik atau santri yang diminta untuk menjaga sebilah pusaka oleh sang Pandhita. Juga diminta untuk terus berdoa dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Bentuk orang menggunakan Gelungan di atas kepala, menunjukkan adat menyanggul rambut pada jaman dahulu. Bentuk wajah, walau samar tetapi masih terlihat jelas guratannya. Beberapa kalangan menyebutkan bahwa dapur Puthut mulanya dibuat oleh Empu Umpyang yang hidup pada era Pajang awal. Tetapi inipun masih belum bisa dibuktikan secara ilmiah karena tidak didukung oleh bukti-bukti sejarah.
Pajang, dalam buku Negara Kertagama yang ditulis pada jaman Majapahit, disebutkan adanya Pajang pada jaman tersebut. Oleh karena itu, sangat sulit untuk mengidentifikasi, apakah keris dengan besi Majapahit tetapi juga ada ciri keris Pajang bisa dikatakan tangguh Pajang – Majapahit, yang berarti keris buatan Pajang pada era Majapahit akhir (?).
Keris Lurus SUMELANG
Dhapur Keris Lurus Sumelang dalam bahasa Jawa bermakna kekhawatiran atau kecemasan terhadap sesuatu. Sedangkan Gandring memiliki arti setia atau kesetiaan yang juga bermakna pengabdian. Dengan demikian, Sumelang Gandring memiliki makna sebagai bentuk dari sebuah kecemasan atas ketidaksetiaan akibat adanya perubahan. Ricikan keris ini antara lain : gandik polos, sogokan satu di bagian depan dan umumnya dangkal dan sempit, serta sraweyan dan tingil. Beberapa kalangan menyebutkan bahwa keris dapur Sumelang Gandring termasuk keris dapur yang langka atau jarang ditemui walau banyak dikenal di masyarakat perkerisan. (Ensiklopedia Keris : 445-446).
Konon salah satu pusaka kerajaan Majapahit ada yang bernama Kanjeng Kyai Sumelang Gandring. Pusaka ini hilang dari Gedhong Pusaka Keraton. Lalu Raja menugaskan mPu Supo Mandangi untuk mencari kembali pusaka yang hilang tersebut. Dari sinilah berawal tutur mengenai nama mPu Pitrang yang tidak lain juga adalah Empu Supo Mandrangi. (baca : Ensiklopedia Keris : 343-345).
Dhapur Tilam Upih dalam terminologi Jawa bermakna tikar yang terbuat dari anyaman daun untuk tidur. Diistilahkan untuk menunjukkan ketenteraman keluarga atau rumah tangga. Oleh karena itu banyak sekali pusaka keluarga yang diberikan secara turun-temurun dalam dapur tilam Upih. Ini menunjukkan adanya harapan dari para sesepuh keluarga agar anak-cucunya nanti bisa memperoleh ketenteraman dan
kesejahteraan dalam hidup berumah tangga.
Sedangkan Pamor ini dinamakan UDAN MAS TIBAN. Ini karena terlihat dari penerapan pamor yang seperti tidak direncanakan sebelumnya oleh si Empu. Berbeda dengan kebanyakan Udan Mas Rekan yang bulatannya sangat rapi dan teratur, Udan Mas Tiban ini bulatannya kurang begitu teratur tetapi masih tersusun dalam pola 2-1-2. Pada tahun 1930-an, yang dimaksud dengan pamor Udan Mas adalah Pamor Udan Mas Tiban
yang pembuatannya tidak direncanakan oleh sang mPu (bukan pamor rekan). Ini dikarenakan pamor Udan Mas yang rekan dicurigai sebagai pamor buatan (rekan). Tetapi toh juga banyak keris pamor udan mas rekan yang juga merupakan pembawaan dari
jaman dahulu.
Oleh banyak kalangan, keris dengan Pamor Udan Mas dianggap memiliki tuah untuk memudahkan pemiliknya mendapatkan rejeki. Dengan rejeki yang cukup, diharapkan seseorang bisa membina rumah tangga dan keluarga lebih baik dan sejahtera.
Lar GangSir konon merupakan kepanjangan dari GeLAR AgeMan SIRo yang memiliki makna bahwa Gelar atau jabatan dan pangkat di dunia ini hanyalah sebuah ageman atau pakaian. Suatu saat tentu akan ditanggalkan. Karena itu jika kita memiliki jabatan/pangkat atau kekayaan, maka janganlah kita SOMBONG dan TAKABUR (Jawa = Ojo Dumeh).
Jangan mentang-mentang memiliki kekuasaan, pangkat dan jabatan atau kekayaan, maka kita bisa seenaknya sendiri sesuai keinginan kita tanpa memikirkan kepentingan orang lain.
0 Response to "Dhapur Keris yang Paling Banyak Diminati di Nusantara"
Post a Comment